Bahlil Public Enemy, Prabowo Victim

Manuver Bahlil untuk kepentingan siapa??? Untuk menyejahterakan atau menyengsarakan rakyat? Ada Presiden de Jure dan de Facto kah bagi Bahlil?

Kutaan ibu-ibu rumah tangga dan para pedagang penjaja kuliner kelas menengah bawah, berteriak histeris. Tak tahan karena leher ekonomi mereka dicekik oleh kebrutalan kebijakan Bahlil sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Tabung Melon gas 3 kg yang selama bertahun-tahun telah menjadi kebutuhan vital dalam kehidupan jutaan rakyat Indonesia, tiba-tiba peredarannya dipersempit hingga sulit didapat. Sangat ironis, pemerintah yang seharusnya menyejahterakan rakyat, justru mengeluarkan kebijakan yang menyengsarakan dan menyiksa rakyat. Lagi pula, tabung gas non-subsidi yang digelontorkan, siapa bohirnya? Pengusaha mana pengedar dan aktor bisnis utamanya???

Para pengecer yang biasanya menjual tabung Melon 3 kg meladeni pelanggan setiap harinya, ditendang Bahlil keluar arena perdagangan energi buat rakyat kelas menengah-bawah. Ratusan ribu pengecer langsung ditutup mulut ekonominya. Tabung gas 3 kg hanya dapat diakses di depo khusus agen resmi Pertamina. Sehingga para ibu dan para ibu rumah tangga yang tempat tinggalnya jauh dari depo agen resmi Pertamina, harus berjuang antri panjang walau hanya membutuhkan satu tabung untuk menyiapkan makanan pagi anak cucu mereka sebelum berangkat sekolah.

Sejumlah media dan tebaran berita di sosmed, meliput peristiwa antri panjang ribuan rakyat berjejal. antri membeli tabung gas 3 kg. Digambarkan sejumlah ibu-ibu banyak yang kelelahan antri, pingsan, dan konon sampai ada yang nyawanya melayang akibat kelelahan yang teramat lelah. Dalam kasus berita duka ini, taruhlah itu sebuah pemberitaan yang dibesar-besarkan, tapi realita para ibu rumah tangga menjerit dan tangisannya menggema di seluruh langit bumi Nusantara, adalah kenyataan yang tak terbantahkan.

Sangat miris, hasil bumi yang digali di bumi negeri ini yang berdasar amanat UUD'45 Pasal 33 sepenuhnya diperuntukkan untuk menyejahterakan rakyat, malah menjadi sumber derita rakyat. Tragedi kemanusiaan ini tak harus dan tak perlu terjadi. Tapi mengapa di tengah sorotan terhadap kinerja 100 hari Prabowo, tragedi kemanusiaan ini mencuat muncul spektakuler begitu dahsyat. Sehingga memancing munculnya beraragam cemooh rakyat. Dan yang lebih menjadi renungan serius adalah munculnya celetukan yang tendensius…."Di zaman Pak Jokowi rakyat gak pernah disengsarakan begini..’’ Atas celetukan ini saya jadi ingat celetukan politik yang sangat populer…"Enak zamanku to, hehehe…”

Andai saya hanya seorang warga biasa yang tak pernah bersinggungan dengan dunia politik praktis lapangan, peristiwa cemooh ini bisa dianggap hanya semata kebijakan salah yang tidak cerdas. Sepenuhnya melulu hanya masalah kesalahan teknis. Tapi bagi yang bisa menggunakan kacamata politik, persoalan tabung gas 3 kg yang serempak mendadak hilang di pasaran umum ini, merupakan masalah yang tidak bisa dipersoalkan sebatas hanya semata masalah teknis belaka. Apalagi menggunakan analisa lewat pola pikir konspiratif..

Pertanyaan yang pertama muncul adalah siapa pejabat yang mengeluarkan kebijakan sangat ‘mudorotil’ ini? Muncullah nama menteri ESDM, Bahlil. Pertanyaan berikut yang menyusul, siapa Bahlil? Oh, Ketua Umum Golkar. Siapa yang menjadikannya Ketua Umum Golkar? Diakui Bahlil sendiri, tangan Raja Jawa merupakan endorser dan pendorong utamanya. Pertanyaan pun berlanjut; siapa yang mengangkat Bahlil menjadi Menteri ESDM? Ya, siapa lagi kalu bukan Jokowi!

Menjadi Menteri ESDM di kabinet Merah Putih pun atas ajuan dan titipan Jokowi. Wajar bila Bahlil, dalam pikiran dan sikapnya, menempatkan dan menjadikan Prabowo sebagai Presiden de Jure, sedangkan Jokowi tetap sebagai Presiden de Facto.

Alur telaah melalui jendela pola pikir konspiratif ini, oleh awam yang pro Jokowi-Bahlil, pastilah dinilai seperti hal-hal yang dicari-cari. Belum lagi para buzzer yang bertugas mencuatkan apa pun yang mengait ke sosok Jokowi sebagai mantan Presiden, komennya bulat: Jokowi hebat, paling joss, tanpa cela. Tulisan ini pun akan diposisikan sebagai upaya memojokkan Jokowi secara ngawur, negatif.

Sebaliknya bagi para pendukung Prabowo, banyak yang mulai berpikir, jangan-jangan bener kebijakan Bahlil merupakan agenda politik terselubung yang tujuannya menebar citra buruk pemerintahan Prabowo. Dan ketika kedua penerimaan yang berbeda ini sampai ke pikiran warga yang waras, sikap bijak yang diambil hanya menyisakan satu sikap: Tinggal tentukan, antara Presiden RI ke-7 dan Presiden RI ke-8, siapa yang bisa lebih dipercaya? Siapa yang sering berbohong? Siapa yang sering melakukan power abuse? Siap yang licik dan berani merusak tatanan konstitusi dan peradaban berbangsa dan bernegara? Beruntung untuk menjawabnya, lembaga internasional OCCRP telah memberikan pembuka jalan menemukan jawaban pastinya!

Tidak bisa disalahkan juga bila muncul pemikiran bahwa apa yang dilakukan Bahlil merupakan bagian dari apa yang dikenal sebagai politik pembusukan. Tentunya manuver Bahlil ini tidak berdiri sendiri. Masalah program makan bergizi cuma-cuma yang dijadikan andalan program politik Prabowo, dipastikan tak akan mulus berjalan. Karena pelaksanaan makan bergizi gratis yang tidak ditunjang oleh suasana tanpa manipulasi dan budaya korupsi yang sangat kronis, dipastikan akan membuahkan hasil negatif ketimbang tebaran terimakasih dari penerima bantuan.

Bertambah busuk lagi ketika penanganan hukum yang masih saja berpegang pada motto: Maju Tak Gentar Membela Yang Bayar! Kasus Judi Online yang gak jelas penyelesaiannya. Polisi dan para menteri yang buta informasi tentang Pagar Laut misteriuslah. Utusan khusus Presiden yang kaget punya harta 1 triliun dengan kasus mobil dinasnya. Menteri di wilayah pendidikan yang tindakannya sangat tidak mendidik. Dan masih banyak lagi yang aneh-aneh. Maka semakin nyungseplah citra Presiden ke-8 kita.

Dengan semakin terbenamnya citra Prabowo yang tertimbun sampah pembusukan tinggalan masa lalu ini, citra Presiden RI ke-7 pun meroket dan menjulang tinggi. Didorong oleh pujian rakyat (yang didesain); Jokowilah Presiden yang menyejahterakan rakyat, Bapak Infrastruktur, sosok pemimpin yang lahir dari rakyat, untuk rakyat, cinta rakyat, dan berjuang hanya untuk sepenuhnya menyejahterakan rakyat. Sementara Prabowo dicitrakan sebagai pemimpin yang pro tentara, tak pro rakyat kecil, dan gak jelas arah kepemimpinannya. Luar biasa teori pembusukan ini. Dilancarkan secara briliant dengan hasil yang cukup promising.

Terakhir ditambah lagi dengan munculnya gambar Sri Mulyani yang menyebar di sosial media dengan tampilan yang galau karena terkejut mengetahui bahwa tabung gas 3 kg dijual seharga sekitar 20-23 ribu rupiah, sementara harga aslinya hanya Rp12.750. Weleh weleh…weleh…kok baru tahu sekarang? Seolah baru terjadi hari ini. Di masa 100 hari Prabowo menjabat sebagai Presiden RI.

Apa sih maunya?


Pertama kali diterbitkan di gbn.top

Yang kita inginkan: perubahan,.
Perubahan.
Bukan pergantian.

Perubahan” - Erros Djarot